MAJT SEMARANG – Sebanyak 29 santri dari Pondok Pesantren (Ponpes) Tahfidz Alquran Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT)-Baznas Jateng, merampugkan khataman Al-Qur'an 30 juz di ruang utama Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang, Kamis (27/3/2025).
Suaranya jernih, bersahutan, memenuhi setiap sudut masjid yang megah. Matahari mulai merunduk saat 29 santri dari Pondok Pesantren (Ponpes) Tahfidz Al Quran MAJT-Baznas Jateng duduk rapi, membuka mushaf, bersiap mengkhatamkan Al Quran untuk kesekian kalinya di bulan Ramadan ini.
Bagi mereka, membaca 30 juz dalam sehari bukanlah sekadar rutinitas. Melainkan perjalanan spiritual yang penuh makna. Setiap santri mendapat bagian satu hingga dua juz, untuk dibacakan secara bergantian. Hingga akhirnya, 114 surat dalam Alquran selesai dibacakan sebelum waktu Maghrib tiba.
Di balik suara merdu yang terdengar tenang, ada perjuangan panjang yang tak semua orang tahu. Hafalan mereka bukan sekadar diulang di bibir, tetapi juga ditanam dalam hati, dijaga dalam keseharian.
Wakil Sekretaris PP MAJT, yang juga salah satu Penasihat Ponpes Tahfidz MAJT-Baznas Jateng, Drs. H. Istajib AS menjelaskan, program khataman ini sudah berjalan selama dua tahun terakhir. Para santri menuntaskan satu khataman setiap hari, hingga 27 Ramadan.
"Ini bukan hanya latihan hafalan, tapi juga bentuk ibadah. Para santri diajarkan bahwa membaca Al-Qur’an itu bukan hanya tugas, tapi bagian dari kehidupan sehari-hari," kata H Istajib
Menurut Istajib para santri perlu mengulang satu ayat berkali-kali sebelum benar-benar hafal. Ada yang berjuang melawan kantuk di sepertiga malam, mengulang hafalan sebelum fajar menyingsing. Kadang ada ayat yang sulit diingat, tapi kalau niat kita kuat, Allah pasti bantu," katanya.
Setiap hari mereka duduk berjam-jam, menyelami makna ayat demi ayat, menyatukan bacaan dengan jiwa mereka Kalau lelah, mereka ingat bahwa menghafal ini bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang tua. Nanti di akhirat orang tua para penghafal Al Quran akan diberi mahkota cahaya," imbuhnya.
Sementara bagi masyarakat sekitar, tradisi khataman ini bukan hanya menjadi pemandangan indah di bulan Ramadan, tetapi juga inspirasi. Banyak jamaah yang datang ke MAJT sengaja duduk mendengarkan, meresapi setiap lantunan ayat. Ada yang terisak haru, ada yang diam-diam berdoa dalam hati.
"Saya selalu merinding mendengar mereka membaca. Anak-anak muda ini luar biasa, mereka mengajarkan kita bahwa membaca Al-Qur’an bukan hanya di Ramadan, tapi sepanjang hidup," kata Nur Hadi, seorang jamaah yang mengikuti khataman.
Di akhir sesi khataman, para santri menutup mushaf, saling tersenyum puas. Bagi mereka, perjalanan ini bukan sekadar rutinitas Ramadan, tapi bagian dari perjalanan hidup.
Di setiap huruf yang mereka baca, ada doa, harapan, dan keyakinan bahwa Al-Qur’an akan terus menemani mereka di dunia dan di akhirat