MAJT SEMARANG– Ngaji Kitab Nashoihul Ibadkarya Syekh Imam Nawawi al-Bantani mengandung banyak nasihat berharga yang patut direnungkan, Salah satunya terkait harta benda yang dimiliki manusia di dunia ini.
Sekretaris Pelaksana Pengelola Masjid Agung Jawa Tengah (PP MAJT), Drs. KH Muhyiddin, M.Ag., menjelaskan bahwa harta benda bisa menjadi simbol kemegahan bagi mereka yang memiliki sifat takabur. Dalam Ngaji Kitab Nashoihul Ibad, beliau membahas Bab 8 yang mengingatkan umat agar menjauhi kesombongan. Jumat (28/3/2025).
“Harta seringkali dijadikan ajang pamer bagi mereka yang sombong. Mereka menampilkan kemegahan melalui pakaian, perhiasan, atau kendaraan,” ujar Kiai Muhyiddin dalam kajian yang digelar di ruang utama shalat MAJT Semarang
Karena itu, agar manusia tidak disebut sombong maka diajak hidup sederhana. “Boleh kaya, tapi tetap hidup sederhana,” tandasnya dalam kajian yang disiarkan langsung MAJT TV, Radio Dais MAJT, dan sejumlah lembaga penyiaran di Semarang dan sekitarnya.
Beliau mencontohkan kepemilikan kendaraan, di mana yang terpenting adalah fungsinya untuk beribadah, bersilaturahmi, dan berbuat kebaikan.
“Daripada memiliki mobil mewah tapi malah membuat gelisah. Mau tidur pun khawatir, apakah sudah dikunci dengan baik atau belum. Akhirnya, bukan kenyamanan yang didapat, tetapi rasa was-was,” jelasnya.
Menurut dia, rasa capek dengan banyaknya harta tersebut karena diperlihatkan wujudnya sehingga harus ekstra menjaganya. Lain halnya jika harta yang banyak itu disimpan di bank sehingga pemilik merasa lebih aman dan nyaman.
Selain itu, Kiai Muhyiddin juga mengingatkan pentingnya mencari nafkah dan mengonsumsi makanan yang halal, serta menjauhi hal yang haram.
“Terdapat dua jenis keharaman, yaitu haram dari zatnya dan haram dari cara mendapatkannya,” jelasnya.
Yang diharamkan zatnya tidak banyak, antara lain babi, binatang buas bertaring dan berkuku panjang, serta minuman keras. Adapun haram dari cara memperolehnya berarti zatnya halal, tapi menjadi haram karena cara mendapatkannya dengan mencuri, menipu, atau tindakan lain yang melanggar ketentuan agama.
“Uang itu sendiri bersifat mubah. Namun, jika diperoleh dari judi atau riba, maka hukumnya menjadi haram,” tegasnya.
Beliau juga menyoroti pentingnya penyembelihan hewan sesuai syariat Islam. Hewan yang pada dasarnya halal, seperti sapi, kambing, dan ayam, harus disembelih dengan cara yang benar agar tetap halal dikonsumsi.
Karena ditarget menyembelih banyak dalam waktu cepat, akhirnya demi mengejar waktu ada ketentuan yang dilanggar. Misalnya, ayam tidak disembelih secara benar (belum putus semua urat nadinya).
Atau sudah putus semua urat nadinya, namun buru-buru dimasukkan ke air panas sebelum ayam tersebut benar-benar mati.
“Akhirnya penyembelihan menjadi tidak sah karena matinya bukan karena putusnya urat nadi, tapi disebabkan air panas,” ujarnya.
Di Akhir acar Kiai Muhyiddin mengingatkan masyarakat agar berhati-hati ketika akan mengonsumi makanan dan memastikan proses pembuatannya dilakukan dengan cara yang baik dan halal.