Category Archives: Artikel

Pejuang dari Kampung Sekayu itu Telah Tiada

Innalillahi wainna ilaihi rajiuun, H Musta’in salah satu pejuang dakwah di Kota Semarang, Sabtu, 28 Agustus 2021, pukul 11.00 meninggal dunia dalam usia 73 tahun.

Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI Prof Dr H Noor Achmad MA menjelaskan, almarhum mengalami sakit di rumah beberapa hari sampai akhirnya Allah memanggilnya.

‘’Selama hidupnya dipakai untuk berdakwah baik secara pribadi maupun melalui berbagai organisasi,’’ katanya.

Dalam pidato mewakili Sahibul Musibah, Prof Dr H Noor Achmad MA mengatakan, H Musta’in selalu simpati dan empatinya membantu orang seakan membantu keluarganya sendiri sehingga banyak orang yang merasa menjadi anak atau saudaranya.

Sejumlah tokoh tampak melayat di rumah duka di Jalan Bedagan No.462, Kelurahan Sekayu, Kecamatan Semarang Tengah.

Tampak Ketua Umum MUI Jateng KH Ahmad Darodji, mantan Gubernur Jateng Ali Mufiz, mantan Wakil Gubernur Drs H Achmad, Rektor UIN Walisongo Imam Taufiq dan sejumlah kiai yaitu KH Hanief Ismail, KH Ahmad Hadlor Ihsan, KH Muhyiddin, KH Hammad Maksum AlHafidz, KH Erfan Soebahar dan lain-lain.

Jenazah H Musta’in kemudian dimakamkan di pemakaman keluarga, jalan Wedung, Kauman, Kabupaten Demak.

Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan,  H Musta’in adalah sahabat, senior dan tokoh Kota Semarang.

‘’Mas Musta’in yang saya kenal sebagai Ketua Baznas pertama Kota Semarang, sebagai Ketua KIM FIM juga aktif di LPMK, Sahabat Hendrar Prihadi (SHP), maupun kegiatan keagamaan,’’ katanya.

Almarhum menurutnya sangat baik, bijaksana dan selalu ramah terhadap siapapun.

‘’Kami semua sangat kehilangan atas kepergian mas Musta’in, semoga almarhum husnul khatimah dan dilapangkan jalan menuju surga Allah Swt,’’ katanya.

Siapa yang tidak kenal H Musta’in. Pendiri dan pimpinan penjahit terkenal Eka Karya di ujung Jalan Kiai Saleh Kota Semarang.

Yang menjadi ciri khas penampilannya sehari-hari adalah pakaian yang serba putih dari atas sampai bawah bahkan sepatu yang dipakainya juga selalu warna putih.

Haji Tain, begitu panggilan akrabnya, sangat terbuka tentang berbagai hal menyangkut persoalan umat.

Tetapi terhadap profil peribadinya termasuk mengapa dia selalu berpakaian serba putih, dia sangat menutup diri dan tidak mau berbagi cerita.

Suatu hari ada yang bertanya, setiap bertemu H Musta’in selalu memakai baju putih, celana putih, sepatu juga putih.

Kalau sedang memakai kain sarung warnanya juga putih.

Berarti satu lemari pakaian warna putih semua ya pak? Haji Tain hanya menjawab dengan senyum penuh misteri.

Dalam acara resepsi pernikahan yang biasanya berpakaian batik, Haji Tain pun tetap dengan ciri khas penampilannya putih-putih.

Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi saat menyampaikan sambutan dalam acara Tarling di rumah H Musta’in Bedakan 462, Kampung Sekayu (Jalan Pemuda) Semarang sempat melempar joke.

Anak-anak Pramuka ketika acara Jurit Malam untuk uji nyali keberanian melewati pemakaman Umum Bergota, oleh para seniornya ditakut-takuti dengan sejenis kain putih.

Anehnya ternyata anak-anak remaja itu tidak takut lagi dengan “hantu-hantuan” warna putih tersebut.

“Putih-putih itu paling H Musta’in yang lewat,” ujar mereka.

Tentu saja para hadirin tertawa mendengarnya termasuk H Musta’in sendiri.

Bapak dari empat anak dan 10 cucu itu namanya selalu ada dalam setiap organisasi kemasyarakatan, terutama yang berhubungan dengan masjid, NU, dan organisasi sosial lainnya.

Dia menjadi Pengurus Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Masjid Agung Semarang (Kauman), Masjid Baiturrahman Semarang, Masjid Sekayu, Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Semarang kemudian berubah menjadi Baznas, Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), dan lain-lain.

Dia juga menjadi Pengurus Yayasan Wahid Hasyim Semarang, Bendahara Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng, pengurus Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) dan lain-lain.

“Pak Musta’in menginspirasi pemuda-pemuda di Kota Semarang,’’ kata Hendy Hendrar Prihadi, Wali Kota Semarang.

Ketika diminta menceritakan bagaimana awal sukses mengembangkan Tailor Top Eka Karya dari Wedung Demak sampai Kota Semarang, Haji Musta’in mencoba mengalihkan pembicaraan ke materi lain.

“Mpun mboten usah crita bab niku. Kersane mawon,” katanya sambil tertawa.

Boleh dibilang dia sebagai pejuang dari Kampung Sekayu.

Ketika dulu berkembang isu Kampung Sekayu mau digusur untuk kepentingan sebuah proyek, dia mendatangi kantor DPRD dan bersuara lantang.

“Pemkot Semarang diminta tidak mengulang kesalahan lama dalam melindungi kampung-kampung tua,” ujarnya.

Hilangnya Kampung Jayenggaten, Basahan, Gendingan, merupakan kebijakan yang tidak menitikberatkan pada unsur kultur budaya.

Dia berteriak vokal agar Kampung Sekayu tetap dipertahankan.

Jangan sampai kesalahan lama terulang lagi.

”Pemkot harus mempertahankan kampung tersebut. Di sana masih ada bangunan cagar budaya seperti Masjid Sekayu. Sayang kalau tidak dipertahankan. Jangan karena dibalik modernisasi akhirnya menghilangkan kultur budaya Semarangan,” tegas dia.

Menurutnya, warga masih tetap konsisten untuk mempertahankan kampung tersebut.

Selain tua, Kampung Sekayu merupakan bukti perjuangan warga Semarang dalam Pertempuran Lima Hari.

”Tiang bendera sebagai tempat upacara saat memperingati Pertempuran Lima Hari harus dipertahankan. Saya kira, kalau Kampung Sekayu keseluruhan bakal hilang tidak mungkin,” tandas dia yang beberapa tahun menjadi Ketua LPMK.

Diakui yang terjadi sekarang, ada sebagian warga yang menjual rumahnya.

Itu terjadi di wilayah RT 1 RW 1.

Namun dengan dijualnya rumah tersebut bukan berarti Kampung Sekayu akan hilang.

”Wilayah itu memang di pinggir kampung, berdekatan dengan Mal Paragon. Tidak sampai masuk ke wilayah kampung. Saya yakin seyakinnya, Kampung Sekayu tetap terjaga,” tegasnya.

Di Kampung Sekayu setidaknya ada beberapa bangunan yang masuk cagar budaya, yakni Masjid Sekayu, rumah di Jalan Sekayu No 340 dan No 311, rumah di kawasan Kampung Sekayu Kepatihan No 269 dan 270.

Karena perjuangannya, wajar kalau suatu rumahnya di Bedagan 462 Kampung Sekayu mendapat kehormatan menjadi shahibul bait pelaksanaan “Silaturahim Balung Pisah”.

Ratusan bahkan mungkin ribuan kiai dan alim ulama termasuk KH Mustofa Bisri (Gus Mus) hadir memberi berkah acara itu. Selamat jalan H Musta’in.


Gus Qoyyum: Orang Saleh Akan Membendung Negeri dari Musibah

Pengasuh Pondok Pesantren An Nur, Soditan, Lasem, Kabupaten Rembang, KH Abdul Qoyyum Mansyur mengungkapkan peran orang saleh dalam mengatasi pandemi covid-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia.

Gus Qoyyum mengajak umat untuk berhenti dari berbuat dosa, patuh pada Allah SWT, dan senantiasa bersyukur atas nikmat dari Yang Maha Pemberi Rezeki.

Saat menyampaikan tausiah dalam Istighotsah dan Tahlil Tahun Baru Islam 1443 H dan Keselamatan Bangsa, Rabu 25 Agustus 2021 malam yang digelar secara daring melalui Aplikasi Zoom Cloud Meetings, Gus Qoyyum mengupas tentang keutamaan dan hikmah pandemi.

Istighotsah dan tahlil rutin putaran kelima ini digelar Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah dan Persaudaraan Tiga Masjid (Masjid Agung Kauman Semarang, Masjid Raya Baiturrahman, dan Masjid Agung Jawa Tengah) bekerja sama dengan Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah.

Acara antara lain dihadiri Ketua Umum MUI Jateng Dr KH Ahmad Darodji, Rektor Unissula Drs H Bedjo Santoso MT PhD, Ketua PP MAJT Prof Dr KH Noor Achmad MA, Ketua Takmir Masjid Agung Semarang KH Hanief Ismail Lc (memimpin istighotsah), Ketua Bidang Ketakmiran MAJT KH Ahmad Hadlor Ihsan (memimpin tahlil), dan Ketua Bidang Ketakmiran Masjid Raya Baiturrahman Dr KH Multazam Ahmad.

Ketua PWI Jateng H Amir Machmud NS dan Sekretaris Setiawan Hendra Kelana hadir secara on site di Kampus Unissula bersama Rektor dan sejumlah pejabat kampus.

Gus Qoyyum mengatakan, Nabi Muhammad SAW setiap memasuki daerah selalu berdoa memohon kebaikan bumi ini dan kebaikan apa-apa yang dikumpulkan dari bumi ini.

Selain itu, juga berlindung pada Allah dari keburukan bumi ini dan keburukan apa-apa yang dikumpulkan dari bumi ini.

Nabi juga mohon rezeki dari yang dihasilkan negeri ini, memohon perlindungan dari pandemi, kecintaan pada penduduk bumi ini, dan kecintaan mereka yang saleh dari penduduk bumi ini.

Gus Qoyyum menjelaskan, terdapat 14.849 huruf “ha” dalam Alquran. Dari huruf “ha” ini terdapat ayat Alquran dengan kata kunci “hal” yang artinya “apakah”, diulang sampai 93 kali.

Ada “fahal antum muntahun”, yang artinya “maka apakah kalian sanggup berhenti dari kemungkaran, kemaksiatan, dosa-dosa?”.

“Ini dalam Alquran menjadi tema besar untuk menjadi manusia yang baik. Karena ini menjadi penyebab datangnya bencana, musibah, dan pandemi. Secara kompleks baik itu dosa nafsu amarah, intelektual, atau ideologikal,” kata Gus Qoyyum.

Selanjutnya, “fahal antum muslimun”, yang artinya “maka apakah kalian bersedia tunduk kepada Allah?”.

Tunduknya manusia kepada Allah akan ditakuti oleh selain Allah, orang zalim, binatang buas, dan setan.

Kemudian “fahal antum syakirun” yang artinya “maka apakah kalian bersedia untuk bersyukur kepada Allah?”.

Bersyukur ini dalam arti memanfaatkan kekayaan alam yang dilimpahkan Allah kepada seluruh makhluk, serta bersyukur dengan teknologi, sumber daya manusia, dan integritas.

Gus Qoyyum mengajak untuk menggabungkan antara berhenti dari dosa, patuh pada Allah, dan bersyukur pada Allah.

“Kalau tiga ini digabungkan maka akan menjadi orang saleh yang dengan izin Allah akan membendung dari musibah yang terjadi di suatu negeri,” kata dia.

Gus Qoyyum juga menyampaikan konseling yang dikumpulkan Syeikh Abdul Qodir Jailani dalam kitabnya, Nashoihul Jailani.

Ada dialog Nabi Musa dengan iblis, yang isinya iblis menyampaikan dosa-dosa yang menyebabkan manusia mendapat musibah.

Yang pertama, jangan duduk di atas hidangan yang ada minuman keras karena minuman keras adalah induk segala macam kejahatan.

Hikmah pandemi ini adalah menjauhi minuman keras serta berbagai jenis narkoba dan obat-obatan terlarang.

Yang disampaikan iblis selanjutnya adalah jangan sekali-kali berduaan, bersepi-sepian, seorang laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrimnya.

Kemudian iblis juga menyampaikan, jangan sekali-kali mempunyai kedengkian dengan seseorang.

“Ini penyakit semua level. Kecemburuan sosial antar ilmuan, ulama, pengusaha, bahkan sesama orang miskin, kaya, dan saudara,” kata Gus Qoyyum.

Jika masyarakat tidak stabil karena kedengkian, kata dia, maka muncul kejahatan dan tindakan khianat sehingga menyebabkan datangnya musibah.

Gus Qoyyum melanjutkan, untuk membentuk kesalehan, juga perlu dengan ritual ibadah, sehingga akan menjadi orang yang stabil di saat hidup dan ketika wafat.

Membentuk orang saleh, jelas Gus Qoyyum, juga bergantung pada yang dimakan, apakah makanan yang halal atau haram.

“Meskipun ulama, kalau makan tidak halal, maka doanya tidak efektif,” kata dia.

Jika rezeki terkontaminasi oleh orang-orang zalim, maka kesalehan manusia akan berkurang.

Alquran mengidealkan manusia yang saleh adalah makan dari rezeki halal, gizi yang sehat, mengandung vitamin, dan kesempurnaan lain.

Gus Qoyyum juga menyebut potensi karomah tentang orang yang saleh.

Biasanya jika ada bencana atau kesulitan, yang mudah dikabulkan doanya adalah orang yang teraniaya.

Misalnya saat terjadi krisis air di suatu negeri, ulama yang dipenjara dikeluarkan untuk memimpin doa.

Begitu pula saat terjadi bencana banjir, belalang, kutu, dan katak di Mesir, Fir’aun justru memohon Musa yang berdoa.

Gus Qoyyum meyakini di Indonesia masih banyak orang saleh dengan kriteria tidak terkontaminasi rezeki yang haram, baik itu secara pribadi maupun kelembagaan, hatinya bersih, dan emosinya bagus.

Menjelang akhir tausiahnya, Gus Qoyyum kembali mengutip sebuah kitab kontemporer yang ditulis saat pandemi covid-19, yakni Fatawana Wazil Wabah Covid-19.

Kitab karya Dr Syauki Ibrahim dengan ketebalan 741 halaman itu mengupas tuntas tentang wabah corona.

Di halaman 573 dituliskan, ketika di daerah Mahallah, Mesir, terjadi pademi, kata Gus Qoyyum, seorang ulama besar yang saleh bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW.

Dalam mimpi itu Nabi memberi doa untuk menghadapi bencana nasional, wabah, dan pandemi.

Nabi meminta orang saleh ini menulis, padahal dalam mimpi tidak membawa alat tulis apa pun.

Lantas dengan jari-jarinya, Nabi menunjuk pada telapak tangan ulama itu, dan anehnya ketika ulama itu terbangun dari tidurnya, sudah ada doa di telapak tangannya.

Gus Qoyyum lantas membaca secara lengkap doa itu dengan Bahasa Arab dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, yang langsung diamini para peserta istighotsah dan tahlil virtual.

Ini doa yang dibacakan Gus Qoyyum:

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Dan semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan keselamatan bagi junjungan kita Muhammad dan seluruh keluarganya.

Ya Allah kami semua memohon perlindungan pada-Mu dari tusuk-tusukan, perang saudara, pembunuhan, dan dari wabah penyakit.

Dan lindungilah kami semua Ya Allah dari ujian yang besar. Entah itu ujian fisik, ujian harta, ujian keluarga, maupun ujian anak.

Allah Maha Besar

Allah Maha Besar

Allah Maha Besar

Dari apa-apa yang kami takuti dan apa-apa yang kami khawatirkan.

Allah Maha Besar

Allah Maha Besar

Allah Maha Besar

Atas dosa kita semua ini, berkenanlah Engkau mengampuninya Ya Allah.

Allah Maha Besar

Allah Maha Besar

Allah Maha Besar

Shalawat dan salam dari Allah SWT semoga senantiasa untuk junjungan kita Muhammad dan keluarganya.

Allah Maha Besar

Allah Maha Besar

Allah Maha Besar

Ya Allah seperti Engkau memberikan syafaat, seperti Engkau memberikan izin Nabi memberikan syafaat pada kami, maka berikanlah tempo waktu, tempo hidup, tempo panjangnya umur dengan berkah kepada kami.

Dan bangunlah tempat kami ini, negeri kami ini, masjid-masjid kami ini, kampus-kampus kami ini, sekolah-sekolah kami ini. Jadikan makmur, kembali aktif, kembali stabil, dan kembali normal.

Dan janganlah Engkau menghancurkan kami, membinasakan kami akibat dosa-dosa kami, Wahai Allah Yang Maha Kasih Sayang di antara yang penyayang.

Dan shalawat serta salam dari Allah SWT semoga senantiasa tercurah untuk junjungan kita Muhammad dan keluarganya.

Sementara itu, Ketua Umum MUI Jateng Dr KH Achmad Darodji dalam sambutan pembuka berharap, dengan terus berdoa, Allah akan menjadikan esok lebih baik.

“Alhamdulillah Kota Semarang sudah turun ke level 3. Kita terus memohon pada Allah agar memanggil makhluk-Nya (covid-19) untuk meninggalkan bumi,” kata Kiai Darodji.

Ketua PWI Jateng H Amir Machmud NS, menyatakan terima kasih mendapat kehormatan ketika organisasi profesi ikut terlibat dalam istighotsah dan tahlil yang selama ini dikoordinasi MUI Jateng dan persaudaraan tiga masjid.

“Kami memiliki Majelis Tahtimul Quran dengan nama Ashabul Kahfi yang berdiri sejak tahun 2020, diikuti anggota PWI Jateng. Kami juga beberapa kali menggelar istighotsah dan doa bersama selama pandemi. Yang terakhir Doa dan Puisi Merdeka dari Corona diikuti tokoh nasional, regional, dan lokal Kota Semarang,” jelas Amir.

Menurut dia, organisi profesi kewartawanan tidak harus menutup diri dari kegiatan sosial kemasyarakatan dan sosial keagamaan.

“Profesi kami adalah sajadah kami, profesi kami adalah bagian dari tempat kami beri’tikaf, profesi kami adalah bagian dari tempat kami untuk bertafakur. Karena kami yakin doa selalu menggambarkan optimisme. Ketika kita berdoa pada malam hari ini, kita berharap esok akan lebih baik, begitu seterusnya,” papar dia.

Rektor Unissula Semarang, Drs H Bedjo Santoso MT PhD merasa mendapatkan kehormatan ikut dalam kegiatan ini.

Dia mengajak civitas akademika Unissula terus konsisten menjalankan sembilan amalan sunah sesuai instruksi Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung (YBWSA).

Yakni, tadarus, shalat tahajud, shalat dhuha, shalat sunah rawatib, membaca doa pagi dan petang, bersedekah, puasa Senin dan Kamis, kunjungan pada ulama/kiai, serta menjaga wudhu.

“Ini kami gencarkan. Kemudian khataman Quran kami gelar setiap pekan di lembaga unit, 11 fakultas, dan Ramadan kami kompilasi, kami kumpulan ada 1.000 khataman Quran,” tambah Bedjo.

Selain itu, ada program Unissula Berdoa dengan Ratib Hadad setiap Senin sehabis maghrib secara daring.

Juga majelis dhuha setiap Jumat, kajian fikih setiap Senin, dan terakhir Unissula Bershalawat sekaligus untuk menyapa para mahasiwa Unissula secara daring.

Istioghotsah selengkapnya bisa disaksikan dalam link berikut :


MAJT dan Komitmen sebagai Bangsa Besar

Category : Artikel Berita

Oleh: Ahmad Rofiq*)

Di tengah “cengkeraman” pandemi Covid-19 yang masih menyita keprihatinan kita semua, peringatan Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Ke-75 dipusatkan di Istana Negara, dan di daerah dilakukan secara daring termasuk di UIN Walisongo dilaksanakan “makmum” dengan Istana Negara melalui zoom.

Proklamasi merupakan detik-detik yang sangat menentukan sebagai pintu gerbang memulai kemerdekaan dan kedaulatan sebagai sebuah bangsa dan negara. Karena itu, para Ulama, yang ikut serta mengambil bagian dalam perjuangan mewujudkan kemerdekaan, “mewajibkan” untuk mengenang dan mengikuti detik-detik proklamasi tersebut dengan berdoa untuk bangsa ini dan mendoakan para pejuang kemerdekaan.

Pengurus dan Pengelola Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) dipimpin Prof. Dr. KH. Noor Achmad, MA. mengadakan peringatan Kemerdekaan NKRI ke-75, dengan menggelar Istighotsah dan doa dipimpin Drs. KH. Dzikron Abdullah, diikuti seluruh pengurus, pegawai, remaja masjid, dan keluarga besar MAJT.

Istighotsah selain sebagai wujud dan ungkapan syukur kepada Allah yang melimpahkan rahmat dan karunianya, bagi kemerdekaan bangsa Indonesia, juga dimaksudkan untuk muhasabah atau introspeksi diri dan berdoa memohon kepada Allah, agar NKRI dan Bangsa Indonesia di usianya yang ke-75 dikaruniai keselamatan, perlindungan, kemampuan untuk terus mempertahankan dan menjaga kedaulatan Negara dan Bangsa Indonesia, jangan sampai tergadai apalagi dijajah atau dikolonisasi oleh bangsa lain.

Indonesia adalah bangsa besar. Berpenduduk terbesar ke-4 dunia, dan kaum muslimnya terbesar dunia. Karena itu, spirit dan prinsip “merdeka atau mati” perlu terus digelorakan. Jika di masa-masa perjuangan kemerdekaan, musuhnya nyata, namun sekarang ini, banyak muduh tidak tampak, tetapi secara perlahan mereka “dipermainkan” oleh kepentingan besar lain, untuk merusak dan melakukan “makar” dari dalam. Apakah itu mereka yang ingin mengganti dasar negara Pancasila dengan ideologi lain, atau kah mereka yang ingin mengotak-atik dan membelokkan Pancasila menjadi trisila dan ekasila.

Pancasila yang menurut Alamsjah Ratoe Perwiranegara (Menteri Agama RI, 1978-1983) merupakan hadiah terbesar umat Islam bagi kemerdekaan dan persatuan Indonesia, sebagai dasar dan falsafah negara sudah final disahkan pada 18/8/1945, dan merupakan kesepakatan para pendiri dan pemimpin bangsa waktu itu. Karena itulah, pesan Bung Karno, proklamator, kita sebagai generasi penerus bangsa ini, “jangan sampai melupakan sejarah”.

Kewajiban kita sebagai bangsa besar, adalah mengawal dan membangun negara ini menjadi bangsa dan negara yang marwah dan martabat. Di tengah terpaan pandemi Covid-19, tugas dan tantangan kita terasa sangat berat. Karena itu, para pemimpin yang diamanati rakyat, wajib menjaga amanat tersebut, untuk membangun dan mewujudkan negara ini menuju terwujudnya baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Negeri yang gemah ripah loh jinawi tata tenterem kerto raharjo nir ing sambikolo.

Indonesia juga merupakan negara yang masjid dan mushallanya terbanyak di dunia. Menurut Ketua Dewan masjid Indonesia, Jusuf Kalla, mencapai 800.000 masjid dan mushalla (28/2/2020). Karena itu, jika di Masjid Agung Jawa Tengah mempelopori dan menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan komitmen kebangsaan melalui kegiatan istighotsah dan kegiatan keagamaan lainnya, adalah bagian dari ikhtiar nyata, guna merawar NKRI dan menjaga keutuhan Pancasila sebagai falsafah dan dasar NKRI.

Pada masa Rasulullah saw masjid bukan saja sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pelaksanaan pemerintahan, untuk mengatur semua aspek kehidupan manusia, politik, ekonomi, budaya, pertahanan, dan keamanan. Karena itu, yang terpenting adalah bagaimana para pemimpin bangsa dan negara ini, mengambil spirit keimanan dan ketaqwaan, berbasis atau berhati masjid, agar di dalam mengelola negara dan mengemban amanat rakyat.

Pemimpin yang diamanati rakyat melalui pemilihan umum, pada hakikatnya menjalankan tugas-tugas prophetik (kenabian) untuk menjaga agama dan mengatur urusan dunia. Secara fungsional, tugasnya adalah melayani umat dan bangsanya. Kata Ulama bijak “Amiiru l-qaumi huwa khaadimuhum wa akhiruhum syurban” artinya “Pemimpin suatu kaum pada hakikatnya adalah pelayan mereka dan paling terakhir minumnya”. Imam Al-Syafi’i mengatakan “Tasharrufu l-imam ‘ala r-ra’iyyati manuuthun bi l-mashlahah” artinya “Tindakan pemimpin untuk rakyatnya adalah mengikuti/mewujudkan kemashlahatan”.

Apabila sampai ada pemimpin mengingkari amanat rakyat, maka ibarat imam shalat, tiba-tiba lupa dan salah dalam membaca atau amaliah shalatnya, maka kewajiban makmum adalah mengingatkannya. Dan apabila tidak mau diingatkan, maka sebagai imam wajib diganti oleh makmum yang memenuhi kualifikasi sebagai imam, karena keutuhan jamaah lebih penting, daripada seorang imam.

Selamat Memperingati Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia ke-75. Usia yang seharusnya sudah sangat dewasa dan saatnya menikmati masa-masa kejayaan. Pandemi Covid-19 dan berbagai macam cobaan atau bencana lainnya, menjadikan kita semua harus mawasdiri. Keutuhan bangsa dan kedaulatan NKRI adalah segala-galanya.Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia ke-75. Allahu Akbar, Merdeka!!! Ngaliyan, Semarang, 17/8/2020. (aa)

*)Prof Dr H Ahmad Rofiq MA, Guru Besar Hukum Islam Pascasarjana UIN Walisongo Semarang, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah, Direktur LPPOM-MUI Jawa Tengah, Anggota Dewan Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Pusat, dan Anggota Dewan Penasihat Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Pusat.


Konferensi Internasional Al-Azhar Hasilkan 29 Rumusan Pembaharuan Pemikiran Islam

Category : Artikel Berita

Jakarta (Kemenag) — Konferensi Internasional Al-Azhar menghasilkan sejumlah rumusan terkait pembaharuan pemikiran Islam. Ada 29 rumusan yang dibacakan oleh pemimpin tertinggi Al-Azhar, Grand Syeikh Prof. Dr. Ahmed Thayyib pada penutupan konferensi.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Muchlis M Hanafi yang menjadi salah satu duta dari Indonesia.

Konferensi Internasional Al-Azhar tentang Pembaharuan Pemikiran Islam ini berlangsung dua hari, 27-28 Januari 2020. Konferensi dihadiri oleh para ulama, pemimpin dan cendekiawan Muslim dari 41 negara. Hadir juga dari Indonesia, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Prof. Dr. Din Syamsuddin dan TGB. Dr. H. Muhammad Zainul Majdi, MA.

“Konferensi dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk menghadirkan pandangan-pandangan Islam yang moderat di tengah berbagai permasalahan yang muncul akhir-akhir ini. Pandangan tersebut sangat diperlukan untuk menunjukkan bahwa ajaran Islam sejalan dengan dinamika perkembangan masyarakat,” terang Muchlis setibanya di Jakarta, Jumat (31/01).

Menurutnya, selama dua hari konferensi yang dibagi dalam tujuh sesi, para ulama mendiskusikan berbagai topik, antara lain: prinsip-prinsip dasar pembaruan pemikiran Islam; kontra narasi terhadap pemikiran dan ideologi kelompok ekstrem, radikal dan teroris (jihad, perang, khilafah, takfir/pengafiran, hijrah, dan lainnya); hukum keluarga; hak-hak perempuan; korupsi, kolusi dan nepotisme; konsep al-muwaathanah (citizenship/kewargaan negara) dan lainnya.

Salah satu rumusan hasil konferensi, kata Muchlis, antara lain menegaskan bahwa pembaharuan (tajdiid) pemikiran Islam sangat dibutuhkan untuk merespon hal-hal baru yang belum ada penjelasannya secara tegas dan rinci dari teks-teks keagamaan (Al-Qur`an dan hadis), demi kemaslahatan umum. Fatwa keagamaan tentang itu dapat berubah sejalan dengan perubahan waktu, tempat, dan adat kebiasaan masyarakat, dengan tetap memperhatikan prinsip dan kaidah umum syariat, serta kepentingan umum.

“Pembaharuan hanya boleh dilakukan oleh ulama yang kompeten di bidangnya agar tajdiid (pembaruan) tidak berubah menjadi tabdiid (pengaburan),” tegas Muchlis mengutip salah satu poin rumusan.

Rumusan lainnya mengindentifikasi bahwa pihak yang terdepan dalam menolak pembaharuan keagamaan adalah kelompok-kelompok ekstrem dan teroris pro kekerasan. Propaganda mereka berdiri di atas pemalsuan pemahaman dan manipulasi istilah-istilah agama seperti konsep mereka mengenai sistem pemerintahan, al-Haakimiyyah (Allah sebagai sumber hukum), hijrah, jihad, perang dan sikap terhadap pihak-pihak yang berbeda pandangan dengan mereka.

“Atas nama agama mereka melakukan pelanggaran pelanggaran terhadap jiwa, harta, dan kehormatan. Oleh karena itu, lembaga dan masyarakat wajib mendukung negara untuk menumpas bahaya kelompok-kelompok itu,” ujar Muchlis membacakan poin rumusan lainnya.

Dijelaskan juga dalam rumusan hasil konferensi ini, kata Muchlis, bahwa di antara pangkal kekeliruan berpikir kelompok-kelompok ekstrem-radikal adalah penyamaan antara masalah-masalah akidah dengan hukum-hukum fiqih yang bersifat praktis. Misalnya, anggapan bahwa perbuatan maksiat adalah kufur dan menganggap sebagian perbuatan mubah sebagai kewajiban. Inilah yang menjerumuskan masyarakat ke dalam kesulitan yang luar biasa dan sangat memperburuk citra Islam dan syariatnya.

Terkait jihad, konferensi ini merumuskan bahwa jihad dalam Islam tidak identik dengan perang. Peperangan yang pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya adalah salah satu jenis jihad. Perang itu bertujuan untuk menolak serangan yang dilancarkan para agresor terhadap kaum Muslim, bukan untuk membunuhi orang-orang yang berbeda agama sebagaimana anggapan kaum ekstremis. Dalam Islam haram hukumnya mengganggu orang-orang yang berbeda agama dan memeranginya selama mereka tidak memerangi kaum Muslim.

“Yang berwenang menyatakan jihad perang adalah pemerintah yang sah dari suatu negeri berdasarkan undang-undang dasar dan hukum, bukan kelompok atau perorangan. Kelompok yang mengaku memiliki wewenang ini, merekrut dan melatih para pemuda untuk dijerumuskan ke dalam pembunuhan dan peperangan adalah kelompok perusak di muka bumi serta memerangi Allah dan Rasul-Nya. Instansi yang berwenang (di bidang keamanan dan hukum) harus melawan dan menumpas kelompok-kelompok semacam itu dengan tekad yang kuat,” kata Muchlis.

Konferensi Internasional Al-Azhar juga menyoroti masalah khilafah. Dalam salah satu rumusan yang dihasilkan, dijelaskan bahwa khilafah adalah sistem pemerintahan yang diterima oleh para sahabat Rasulullah dan sesuai dengan kondisi zaman mereka. Namun demikian, tidak ada ketetapan dalam teks al-Qur’an dan hadis Nabi yang mewajibkan untuk menerapkan sistem pemerintahan tertentu.

“Sistem apapun yang ada di era modern ini dibenarkan oleh agama selama mewujudkan keadilan, kesetaraan, kebebasan, melindungi negara/tanah air dan menjamin hak-hak warga negara apapun keyakinan dan agamanya, serta tidak bertabrakan dengan prinsip-prinsip syariat Islam,” demikian penegasan salah satu rumusan yang dibacakan oleh Muchlis.

Berikut ini Rumusan Hasil Konferensi Internasional Al-Azhar:

Bismillahirrahmanirrahim

DEKLARASI KONFERENSI INTERNASIONAL AL-AZHAR
TENTANG PEMBARUAN PEMIKIRAN ISLAM

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Baginda Rasulullah beserta segenap keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikuti tuntunannya hingga hari Pembalasan. 

Berangkat dari keyakinan Al-Azhar terhadap keniscayaan pembaruan permasalahan agama, keharusan meniti jalan syariat untuk mengimbangi hal-hal baru, dan demi mewujudkan kepentingan masyarakat umum dalam berbagai bidang, Al-Azhar mengundang para ulama terkemuka dari segala penjuru dunia untuk menyelenggarakan konferensi internasional dalam rangka membahas masalah “Pembaruan Pemikiran Islam” pada tanggal 2-3 Jumadilakhir 1441 H, bertepatan dengan tanggal 27-28 Januari 2020 M, bertempat di Gedung Pusat Konferensi Al-Azhar, Nasr City, Kairo. Presiden berkenan mengayomi konferensi ini dan membukanya melalui sambutan atas nama beliau yang disampaikan oleh Perdana Menteri Dr. Mustafa Madbouly.

Selama dua hari berturut-turut, konferensi menggelar tujuh sesi diskusi untuk membicarakan masalah-masalah pembaruan dan hal lain yang terkait dengan itu. 

Untuk melanjutkan perjalanan Al-Azhar dalam pembaruan pemikiran dan pembaruan fikih sesuai metode wasathiyah yang sudah menjadi ciri khasnya, para ulama Al-Azhar mendeklarasikan dari pelataran Al-Azhar ke seluruh dunia beberapa hal sebagai berikut:

1. Pembaruan merupakan salah satu unsur yang melekat pada syariat Islam, tidak bisa dipisahkan, dan bertujuan untuk merespons hal-hal baru dari waktu ke waktu dan mewujudkan maslahat umum masyarakat.

2. Teks-teks keagamaan yang bersifat pasti ketetapannya (qath‘iyyu ats-tsubuut) dan pasti secara makna (qath‘iyyu ad-dalaalah) tidak bisa dijadikan objek pembaruan dalam keadaan apa pun, sedangkan teks-teks keagamaan yang maknanya bersifat dhanniy (mengandung dugaan kuat) maka itulah yang menjadi wadah ijtihad. Fatwa tentang itu dapat berubah sejalan dengan perubahan waktu, tempat, dan adat kebiasaan masyarakat, dengan syarat pembaruan yang dilakukan sejalan dengan prinsip dan kaidah umum syariat, serta kepentingan umum.

3. Pembaruan adalah pekerjaan rumit, hanya bisa dilakukan oleh orang yang ilmunya mendalam. Siapa yang tidak memiliki kemampuan untuk itu agar menjauhinya, sehingga tajdiid (pembaruan) tidak berubah menjadi tabdiid (pengaburan).

4. Aliran-aliran ekstrem dan kelompok-kelompok teroris pro kekerasan, semuanya bersepakat menolak pembaruan. Propaganda mereka berdiri di atas pemalsuan pemahaman dan manipulasi istilah-istilah agama seperti konsep mereka mengenai sistem pemerintahan, al-haakimiyyah (Allah sebagai sumber hukum), hijrah, jihad, perang, dan sikap terhadap pihak-pihak yang berbeda pandangan dengan mereka. Mereka juga banyak melanggar prinsip-prinsip agama dalam bentuk pelanggaran terhadap jiwa, harta, dan kehormatan. Akibatnya, wajah Islam pun tercoreng di mata orang-orang Barat dan orang-orang Timur yang berpandangan seperti mereka. Banyak pihak menghubung-hubungkan kelakuan mereka yang menyimpang itu dengan ketentuan hukum syariat Islam, sehingga merebak apa yang disebut dengan Islamophobia di Barat. Oleh karena itu, lembaga dan masyarakat wajib mendukung negara untuk menumpas bahaya kelompok-kelompok itu.

5. Di antara pangkal kekeliruan berpikir kelompok-kelompok itu adalah penyamaan antara masalah-masalah akidah dengan hukum-hukum fiqih yang bersifat praktis, seperti anggapan bahwa perbuatan maksiat adalah kufur dan menganggap sebagian perbuatan mubah sebagai kewajiban. Inilah yang menjerumuskan masyarakat ke dalam kesulitan yang luar biasa dan sangat memperburuk citra Islam dan syariatnya.

6. Konsep Haakimiyyah menurut kelompok-kelompok ekstrem adalah bahwa kewenangan untuk memutuskan hukum hanya milik Allah. Siapa yang memutuskan hukum berarti telah menyaingi Allah dalam wewenang ketuhanan-Nya yang paling khusus. Siapa yang menyaingi Allah berarti telah kufur, halal darahnya, karena telah menyaingi Allah dalam sifat-Nya yang paling khusus. Tentu saja ini merupakan penyimpangan yang terang benderang terhadap teks-teks keagamaan yang tersebut dalam Al-Qur’an dan Sunah yang menguraikan secara gamblang adanya penyerahan wewenang penetapan hukum kepada manusia. Semua keputusan Ahlul halli wal aqdi (pembuat keputusan dan kebijakan) dianggap sebagai ijtihad yang bermuara pada hukum Allah. Ibnu Hazm pernah berkata, “Di antara ketetapan hukum Allah adalah menyerahkan wewenang penetapan hukum kepada selain Allah.” Hal itu seperti tersebut dalam firman Allah Swt., “Maka kirimlah seorang hakim (juru damai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakim (juru damai) dari keluarga perempuan.” (An-Nisa’/4:35). Demikian juga firman Allah yang artinya, “…. Menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu.” (Al-Ma’idah/5:95).

Dengan demikian, pandangan masyarakat tentang konsep haakimiyyah harus diluruskan dengan cara menyebarkan akidah Ahlussunnah wal Jamaah dan penjelasan bahwa putusan hukum yang diambil oleh seorang manusia yang patuh terhadap prinsip-prinsip agama tidak bertentangan dengan hukum Allah, bahkan termasuk bagian dari hukum Allah.

7. Takfiir (pengafiran/mengafirkan orang lain) adalah musibah yang dialami oleh umat Islam dari dulu hingga saat ini. Tidak ada yang berani melakukannya kecuali orang yang kurang ajar/sembrono terhadap agama atau tidak mengetahui ajarannya. Teks-teks keagamaan menjelaskan bahwa tuduhan kafir bisa berbalik kepada pelakunya sehingga harus menanggung dosanya. Pengafiran adalah penilaian terhadap isi hati seseorang yang merupakan hak khusus Allah yang tidak dimiliki oleh pihak lain. Jika ada seseorang yang mengucapkan kata-kata yang berpotensi mengandung kekufuran dari 99 segi dan tidak mengandung kekufuran dari satu segi, maka tidak boleh dituduh kafir karena adanya unsur kemungkinan (beriman). Hal ini sejalan dengan kaidah “sesuatu yang ada karena keyakinan tidak akan hilang kecuali dengan keyakinan”.

8. Seruan mereka untuk hijrah meninggalkan tanah air tidak memiliki pijakan sama sekali. Bahkan sebaliknya, sebagaimana ditegaskan dalam sabda Nabi, “Tidak ada hijrah setelah penaklukan kota Makkah.” Dari sini, ajakan kelompok-kelompok teroris kepada para pemuda untuk hijrah dari kampung halaman menuju padang pasir dan bergabung dengan kelompok-kelompok bersenjata karena lari dari masyarakat yang mereka anggap kafir adalah ajakan yang lahir dari kesesatan dalam agama dan ketidaktahuan terhadap tujuan-tujuan umum syariat. Ketentuan hukum agama yang dinyatakan oleh para ulama dari Al-Azhar adalah bahwa setiap Muslim berhak tinggal di tempat mana pun di negeri kaum Muslim atau negeri lain bila jiwa, harta, dan kehormatannya aman, serta bebas melaksanakan ibadah. Adapun makna yang benar dari hijrah menurut istilah keagamaan pada zaman kita ini adalah meninggalkan maksiat, hijrah untuk mencari rezeki, menuntut ilmu, memakmurkan bumi dan memajukan negeri.

9. Ateisme adalah bahaya yang menghantam stabilitas masyarakat yang berpegang teguh pada agama dan menghormati ajaran-ajarannya. Ateisme adalah salah satu senjata perang pemikiran yang—dengan kedok kebebasan beragama—bermaksud untuk menghancurkan agama dan melemahkan ikatan masyarakat. Ateisme adalah sebab langsung dari ekstremisme dan terorisme. Semua kelompok masyarakat harus menyadari dampak buruk dari propaganda ateisme, mengingkari wujud Allah dan mengacaukan pemikiran kaum beriman. Para ulama juga harus mempersenjatai diri dengan metode pembaruan saat menangani bahaya-bahayanya. Mereka harus menggunakan dalil-dalil aqli, bukti-bukti alam, dan produk-produk ilmu empirik modern sebagai pendukung fakta-fakta keimanan ketika bertemu dan berdialog dengan para pemuda, sebagaimana juga harus menggunakan media-media komunikasi modern yang relevan.

10. Jihad dalam Islam tidak identik dengan perang. Peperangan yang pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya adalah salah satu jenis jihad. Perang itu bertujuan untuk menolak serangan yang dilancarkan para agresor terhadap kaum Muslim, bukan untuk membunuhi orang-orang yang berbeda agama sebagaimana anggapan kaum ekstremis. Ketentuan agama yang tetap dalam Islam adalah haram hukumnya mengganggu orang-orang yang berbeda agama dan memeranginya selama mereka tidak memerangi kaum Muslim.

11. Yang berwenang menyatakan jihad perang adalah pemerintah yang sah dari suatu negeri berdasarkan undang-undang dasar dan hukum, bukan kelompok atau perorangan. Kelompok yang mengaku memiliki wewenang ini, merekrut dan melatih para pemuda untuk dijerumuskan ke dalam pembunuhan dan peperangan serta memotong leher adalah kelompok perusak di muka bumi serta memerangi Allah dan Rasul-Nya. Instansi yang berwenang (di bidang keamanan dan hukum) harus melawan dan menumpas kelompok-kelompok semacam itu dengan tekad yang kuat.

12. Negara menurut pandangan Islam adalah negara bangsa modern yang demokratis konstitusional. Al-Azhar—diwakili oleh para ulama kaum Muslim hari ini—menetapkan bahwa Islam tidak mengenal apa yang disebut dengan negara agama (teokratis) karena tidak memiliki dalil dari khazanah pemikiran kita. Ini dipahami secara tegas dari Piagam Madinah dan praktek pemerintahan Rasul serta para khalifah rasyidin setelah beliau yang riwayatnya sampai kepada kita. Para ulama Islam, di samping menolak konsep negara agama, mereka juga menolak negara yang mengingkari agama dan menghalangi fungsinya dalam mengarahkan manusia.

13. Khilafah adalah sistem pemerintahan yang diterima oleh para sahabat Rasulullah dan sesuai dengan kondisi zaman mereka. Urusan agama dan dunia pun terselenggara dengan baik dengan sistem tersebut. Namun demikian, tidak ada ketetapan dalam teks al-Qur’an dan hadis Nabi yang mewajibkan untuk menerapkan sistem pemerintahan tertentu. Sebaliknya, sistem apa pun yang ada di era modern ini dibenarkan oleh agama selama mewujudkan keadilan, kesetaraan, kebebasan, melindungi negara/tanah air, dan menjamin hak-hak warga negara, apa pun keyakinan dan agamanya, serta tidak bertabrakan dengan prinsip-prinsip syariat Islam.

14. Pemerintah/penguasa dalam Islam adalah orang yang diterima oleh rakyat untuk dijadikan penguasa sesuai prosedur yang telah ditentukan oleh konstitusi negara atau tata aturan lain yang berlaku di suatu negara. Sedangkan tugasnya adalah bekerja demi kemaslahatan rakyat, mewujudkan keadilan di antara mereka, menjaga tapal batas negara dan keamanan dalam negeri, mengelola kekayaan alam dan hasil bumi dengan cara terbaik, serta memenuhi kebutuhan warga dalam batas-batas yang memungkinkan.

15. Kewargaan negara (al-muwaathanah/citizenship) secara penuh adalah hak asli setiap warga negara. Tidak ada perbedaan di antara mereka atas dasar agama, mazhab, suku atau warna kulit. Ini adalah prinsip yang mendasari negara Islam pertama dan terkandung dalam Piagam Madinah. Kaum Muslim harus berusaha menghidupkan prinsip dasar ini.

16. Salah satu kebajikan yang diserukan Islam kepada kita adalah mengucapkan selamat kepada kaum non-Muslim saat perayaan hari besar mereka. Hukum haram terkait itu yang dikatakan kelompok ekstrem merupakan sikap kaku dan menutup diri (eksklusif), bahkan kebohongan yang mengatasnamakan tujuan umum syariat Islam. Klaim keharaman ini masuk dalam kategori fitnah yang lebih keras daripada pembunuhan, dan menyakiti non-Muslim. Ucapan selamat kepada non-Muslim tidak bertentangan dengan akidah Islam sebagaimana dikatakan kaum ekstremis.

17. Para pejabat yang berwenang harus menghentikan propaganda media yang berisikan pemikiran-pemikiran semacam ini, terutama pada saat-saat peringatan hari besar non-Muslim, karena bisa menimbulkan keresahan dan kebencian terpendam di antara para anggota satu kelompok masyarakat.

18. Kejahatan yang dilakukan kelompok-kelompok teroris dan kelompok-kelompok bersenjata, terutama membunuh orang-orang yang tidak berdosa dari masyarakat sipil, tentara dan polisi serta orang-orang lain yang sedang melaksanakan tugas menjaga masyarakat dan tapal batas negara, juga menyerang properti umum dan khusus, merupakan kejahatan membuat kerusakan di bumi. Oleh karenanya, harus ada tindakan secara agama, hukum, keamanan dan militer. Juga harus diambil tindakan tegas terhadap kelompok-kelompok teroris dan negara-negara yang melindungi dan menyokongnya.

19. Narkoba, segala jenis minuman yang memabukkan—apa pun namanya, sedikit atau banyak—dan apa pun yang bisa mempengaruhi akal dan perilaku adalah haram. Harus diambil segala tindakan melalui pendidikan, pengetahuan, dakwah dan keamanan yang melarang konsumsi dan peredarannya. Juga harus ditetapkan sanksi tegas kepada produsen dan pengedarnya. Pusat pengobatan dan rehabilitasi pecandu juga harus didukung agar meningkatkan kemampuannya dalam mengobati para pecandu lalu mengembalikannya ke tengah masyarakat. Pihak-pihak terkait juga harus melarang penampilan para pedagang dan pengguna narkoba dalam karya-karya drama dalam wujud yang bisa menarik perhatian para pemuda untuk mengikutinya.

20. Melawan korupsi, kolusi, nepotisme, dan diskriminasi zalim kepada pihak-pihak yang memiliki kesempatan sama adalah tanggung jawab agama, hukum, masyarakat, dan moral. Setiap pejabat akan dimintai pertanggungjawaban sesuai wewenangnya. Semua pihak juga harus mendukung negara dalam memberantasnya, karena bahayanya yang sangat besar terhadap pembangunan dan stabilitas masyarakat.

21. Bunuh diri adalah kejahatan tercela yang muncul secara tidak biasa di masyarakat kita. Keburukannya melebihi keburukan membunuh orang lain. Orang yang membunuh orang lain, meski dianggap telah membunuh umat manusia seluruhnya, dia bisa jadi terhindar dari hukuman karena pengampunan para ahli waris, atau mendapatkan hukuman di dunia. Sedangkan orang yang bunuh diri, mati karena kejahatannya sendiri. Para ulama, pemikir, dan orang-orang yang bergerak di bidang pendidikan, pengetahuan, dan kepemudaan harus mencari sebab-sebab yang mendorong sebagian pemuda untuk melakukan kejahatan keji ini, lalu mengajukan solusi-solusi jangka pendek, menengah, dan panjang untuk menghentikan kejahatan pendatang di dalam masyarakat timur kita yang agamis.

22. Kejahatan balas dendam adalah warisan buruk dari zaman Jahiliah, tidak sejalan dengan masyarakat beradab yang mengimani agama. Jika terjadi kejahatan pembunuhan, hukuman pembunuh harus diserahkan kepada penegak hukum. Para ahli waris atau wali tidak memiliki hak terkait hukuman pembunuh, kecuali pemberian maaf dan diat. Perbuaan para ahli waris yang membunuh si pembunuh atau yang lain, atau mengusir paksa keluarga pembunuh dari rumahnya, atau menyerang properti dalam bentuk apa pun merupakan kejahatan yang tidak kurang buruknya daripada pembunuhan itu sendiri. Pihak-pihak yang berwenang harus mengambil segala tindakan yang diperlukan untuk menolaknya.

23. Hoaks adalah bahaya besar yang mengancam keamanan dan pembangunan masyarakat. Hoaks adalah kejahatan besar yang keharamannya disebutkan secara eksplisit di dalam agama. Pihak-pihak yang berwajib harus memburunya, mengungkapkan kepalsuannya, menjelaskan bahayanya, dan menetapkan sanksi hukum tegas kepada para penyebarnya.

24. Pariwisata adalah perkara yang dibolehkan oleh agama-agama samawi. Kita harus meluruskan pandangan masyarakat mengenai hal itu. Negara juga harus melindungi para wisatawan dan menjaga mereka dari orang-orang yang menyerang dan menyakitinya dalam bentuk apa pun. Para penyerang itu harus dihukum sesuai undang-undang yang berlaku. Visa masuk yang diterbitkan oleh negara merupakan jaminan keamanan yang harus dipatuhi secara agama.

25. Peninggalan purbakala adalah warisan budaya yang memperkenalkan sejarah bangsa atau peradaban, bukan patung atau berhala, sebagaimana anggapan orang yang berpikiran sesat. Oleh karena itu, tidak boleh diserang, dirusak atau diubah dari bentuk aslinya. Benda purbakala adalah hak milik semua generasi yang diurus oleh negara demi kemaslahatannya, sampai pun bila itu ditemukan di lahan milik pribadi atau organisasi. Harus ditetapkan hukuman secara tegas bagi siapa pun yang menjual atau menyelundupkannya ke luar negeri.

26. Seorang perempuan pada zaman kita ini boleh bepergian tanpa disertai mahram jika perjalanannya aman, didampingi teman sesama perempuan atau dilengkapi sarana yang bisa menolak terjadinya sesuatu yang tidak diharapkan.

27. Seorang perempuan boleh menduduki jabatan apa pun yang dapat dia jalankan, termasuk jabatan tertinggi di negara.

28. Perceraian zalim tanpa sebab yang diakui oleh agama adalah haram dan menimbulkan sanksi hukum, baik timbul dari keinginan suami maupun permintaan dari istri, karena dapat merugikan keluarga, terutama anak-anak, bertentangan dengan akhlak Islam, dan mengabaikan tujuan agama dalam pernikahan, yaitu mewujudkan kemapanan dan kelanggengan. Oleh karena itu, sedapat mungkin harus dijauhi untuk menghindari kekacauan akibat perceraian. Arbitrasi sebelum terjadi perceraian diperintahkan oleh agama. Para ulama yang memiliki wewenang untuk mengeluarkan fatwa hendaknya memilih pendapat yang paling mudah ketika menetapkan hukum syara terkait kasus-kasus perceraian yang diajukan kepadanya.

29. Harus ada kompensasi bagi harta bersama dalam mengembangkan kekayaan keluarga. Misalnya, istri yang mencampur hartanya dengan harta suami atau anak yang bekerja bersama ayahnya dalam berdagang atau usaha lain. Masing-masing harus diberikan haknya yang diambil dari harta warisan sebelum dibagi sesuai jumlahnya jika diketahui atau sesuai kesepakatan, berdasarkan pandangan orang yang ahli di bidang itu, bila tidak diketahuinya kadarnya secara pasti.

Sebagai penutup, Al-Azhar asy-Syarif beserta segenap ulama dan cendekiawan Muslim menghaturkan terima kasih kepada Yang Mulia Presiden Abdul Fattah as-Sisi atas dukungannya terhadap kegiatan Konferensi dan sambutan pembukanya yang memberi pengaruh kuat terhadap jalannya konferensi, sehingga menjadi faktor utama kesuksesannya. Al-Azhar juga menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada para ulama yang terhormat, tokoh masyarakat, awak media dan semua yang hadir untuk mengikuti konferensi ini. Akhirnya, Al-Azhar ingin menyampaikan bahwa aktivitas Pusat Pembaruan Al-Azhar Internasional terus berjalan untuk merespons permasalahan-permasalahan baru begitu terjadi.

Terima kasih kepada semuanya, sampai bertemu lagi dalam konferensi-konferensi yang akan datang.

Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Wallâhu Waliyyut taufîq.

Kairo, 28 Januari 2020

Sumber : https://kemenag.go.id/berita/read/512680/konferensi-internasional-al-azhar-hasilkan-29-rumusan-pembaharuan-pemikiran-islam


Radio DAIS