Author Archives: Humas MAJT

Ruwahan : Sunnah atau Bid’ah?

Category : Khutbah Jumat

Hari-hari ini kita sudah berada dalam bulan Sya’ban, atau orang Jawa menyebutnya sebagai bulan Ruwah. Di antara tradisi yang masih lestari dan berjalan adalah Ruwahan, yang berasal dari kata arwah (ruh), yaitu upacara selametan atau kenduren dengan mengundang para tetangga dan saudara dekat untuk bersama-sama mendoakan arwah para leluhur yang sudah meninggal, agar diberikan pengampunan dan kehidupan yang penuh nikmat di alam kuburnya.

Upacara Ruwahan yang ditandai dengan pembagian berkat yang berisi aneka menu seperti ketan, apem, pisang raja, dan lain-lain. ruwahan biasanya dilakukan oleh keluarga secara individu, maupun oleh jamaah secara kolektif (ruwahan massal), seperti oleh masjid, musholla, atau kelompok masyarakat tertentu.

Masyarakat masih sering memperbincangkan, apakah tradisi Ruwahan itu termasuk sunnah yang dianjurkan ataukah bid’ah yang harus ditinggalkan?. Oleh karena itu dalam tulisan kecil ini akan diuraikan dua masalah yang terkait, apakah mendoakan khusus dibulan Ruwah ada tuntunannya? Dan apakah mendoakan orang yang sudah mati itu diperbolehkan dan bermanfaat?

Ruwahan bid’ah?
Banyak yang berpendapat bahwa tradisi ruwahan adalah bid’ah yang harus ditinggalkan, karena tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya. Untuk menjawab apakah Ruwahan bid’ah atau bukan, maka perlu ditinjau tentang pengertian bid’ah itu sendiri. Dalam Kamus Lisanul ‘Arab karya Ibnu Manzur, bid’ah berasal dari kata bada’a atau idtada’a, yang berarti membuat atau memulai sesuatu yang baru dalam hal apa saja.

Sedangkan al bid’atu berarti sesuatu yang baru. Misalnya disebutkan dalam QS. Al Baqarah : 117, badi’us samawati war ardhi (Allah Pencipta langit dan bumi). Maksudnya, Allah menciptakan tanpa ada contoh atau hal yang sama sebelumnya. Sedangkan menurut para ulama, bid’ah dikhususkan hanya dalam masalah agama atau ibadah.

Menurut KH. Hasyim Asyari dalam Risalah Ahlus Sunnah wal Jamaah, bid’ah adalah pembaharuan dalam perkara agama seakan hal tersebut merupakan ibadah baru dan bagian dari agama, padahal secara hakikat dan bentukanya bukan ibadah. Termasuk bid’ah misalnya menambah jumlah rakaat dalam shalat atau membuat bentuk ibadah sendiri yang tidak ada tuntunan.

Apabila sesuatu yang baru itu tidak menyangkut ibadah mahdhah dan tidak menyalahi aqidah (tidak musyrik), maka tidak termasuk bid’ah yang dilarang. Pembaharuan dalam bidang muamalah dan teknologi, seperti penggunaan televisi, radio, telepon, microphon/spiker, komputer, kendaraan, dan sebagainya, yang membawa kemaslahatan umat dan mempermudah ibadah justru dianjurkan, sebagai bid’ah hasanah. Apakah ada orang yang berani mebid’ahkan haji dengan naik pesawat?

Padahal Nabi tidak pernah melakukannya. Adakah yang membid’ahkan pengeras suara di masjid atau penggunaan ac pendingin? Padahal Nabi tidak pernah mengenalnya.
Ruwahan, meskipun tidak pernah dipraktekkan oleh Nabi saw dan para sahabat, tetapi tidak bisa disebut bid’ah yang dilarang.

Dalam acara Ruwahan, yang dibaca adalah kalimah-kalimah thayyibah, seperti istighfar, tahlil, tahmid, tasbih, shalawat Nabi, dan ayat-ayat Al qur’an, yang justru sangat dianjurkan banyak membacanya dalam keadaan apapun. Ketika selesai berdoa ruwahan itu, yang hadir dibagi berkat sebagai bentuk shadaqah dan hadiyah. Kita juga diperintahkan untuk banyak sodaqoh.

Maka Ruwahan adalah tradisi yang positif dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Di dalam ruwahan ada perbuatan dzikir dan tercipta kebersamaan dan ukhuwah.

Berkirim doa untuk orang yang sudah mati ini tentu bisa kapan saja. Tetapi bulan Ruwah ini dianggap sekedar moment yang baik, sebagaimana momen-momen yang lain. Ruwahan sekedar tradisi yang sudah berjalan sebagaimana tradisi-tradisi yang lain. Membuat moment atau tradisi adalah tidak dilarang, sepanjang tidak diyakini bahwa hari atau bulan tertentu memiliki kekuatan/magis, sedangkan waktu yang lain tidak. Misalnya meyakini jika menikah di bulan Muharram/Syura, maka akan mendapatkan celaka nantinya. Atau jika berkirim doa di luar hari ke 40 (matang puluh), atau 100 (nyatus), tidak diterima. Keyakinan inilah yang dilarang, sebab akan terjerumus pada perbuatan musyrik.

Masyarakat kita sudah sangat paham dan bisa membedakan mana tradisi dan mana sesaji, mana muamalah dan mana ibadah yang tidak boleh berubah.

Apakah doa sampai?
Dimasyarakat masih banyak pertanyaan, apakah mendoakan orang mati itu bermanfaat bagi si mati, dan apakah doanya sampai?. Ada masyarakat yang berkeyakinan, bahwa tidak ada manfaatnya mendoakan orang yang sudah mati, karena amalnya sudah terputus. Sehingga ada orang yang tidak mau menghadiri tahlilan yang didalamnya mendoakan orang mati. Atau dia hadir tetapi dia diam dan tidak ikut berdoa. Bahkan ada yang ektrim, tidak mau makan berkat dari selametan.

Ketika mendapat kiriman berkat, apapun isinya ia buang atau dibuat makanan ayam. Pendapat ini tentu tidak benar, tidak berdasar, dan juga tidak memiliki perasaan kebersamaan.

Ada banyak dalil, baik ayat Al Qur’an, Hadits Nabi saw, maupun pendapat para ulama’, yang menyatakan, bahwa doa orang yang masih hidup kepada orang yang sudah meninggal adalah bermanfaat dan diperintahkan. Al Qur’an memerintahkan agar seorang muslim selalu berdoa meminta ampun atas dosa-dosanya sendiri dan saudara-saudaranya yang telah beriman terdahulu (QS. Al Hasyr : 10). Saudara-saudaranya yang telah beriman lebih dahulu, artinya adalah orang-orang yang sudah meninggal. Seorang anak diperintahkan berdoa, “Ya Rabb, ampuni dosa-dosaku, dosa-dosa kedua orang tuaku, berilah rahmat sebagaimana mereka berdua mendidikku ketika masih kecil”.

Setiap Jum’atan khatib juga selalu memanjatkan doanya, “Ya Allah, ampunilah dosa-dosa muslimin muslimat mu’minin mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat”.

Masih banyak lagi doa-doa, tidak hanya meminta ampunan, tetapi juga meminta kebaikan hidup di dunia dan di akhirat, rizqi yang halalan thayiban, diberikan kesehatan yang sempurna, ilmu yang bermanfaat, pemimpin-pemimpin yang adil, anak-anak yang shalih, dan setiap akatifitas apapun yang baik harus disertai dengan doa.

Doa adalah inti ibadah. Diriwayatkan oleh At Tirmidzi dalam Hadits nomor 2969, Rasulullah saw bersabda : Ad Du’a mukhkhul ibadah. Hakikat ibadah adalah panjatan doa kepada Allah swt. Seluruh bacaan dalam shalat adalah doa, puasa, zakat, dan haji adalah media agar doa-doa dikabulkan. Dalam Islam diajarkan tentang berbagai doa, dari mulai bangun tidur, mandi, memakai baju, bercermin, makan, masuk rumah, masuk wc, berhubungan suami istri, sampai tidur lagi, semua ada doanya.

Diajarkan juga adab berdoa, lafadz-lafadz tertentu, waktu-waktu dan tempat-tempat khusus yang mustajab untuk berdoa, termasuk hal-hal yang menyebabkan doa tidak dikabulkan. Doa sendiri adalah ibadah yang diperintahkan, sebagaimana firman Allah swt :

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Berdoalah kepada-Ku pasti Aku kabulkan. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku (tidak mau berdoa), mereka akan masuk ke neraka jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al-Mukmin: 60).

Dari ayat ini dapat dipahami, bahwa berdoa hukumnya wajib. Orang yang berdoa adalah pertanda ia menyembah, menundukkan diri, dan menggantungkan hidup dan matinya lillahi rabbil ‘alamin. Tidak mungkin diperintahkan berdoa jika tidak ada manfaatnya atau tidak sampai. Maka aneh jika ada orang berpendapat atau meyakini bahwa doa kepada orang mati tidak akan sampai dan tidak bermanfaat.

Lalu bagaimana sikap atau perlakukan kita yang masih hidup kepada orang tua kita yang sudah mati? Kita tidak bisa mebayangkan bagaimana beragama tanpa doa. Dengan dzikir dan berdoa itulah hati menjadi tenang dan tentram karena ada Allah yang mencukupi, hidup terasa aman dan nyaman karena ada Dzat yang melindungi, dan akan terus melangkah di jalan yang lurus karena ada Dzat yang mengawasi.

Khutbah lengkap bisa disaksikan melalui link berikut :


Pasar Induk MAJT- MAS Mulai Dibangun

SEMARANG- Yayasan Nadzir Wakaf Banda Masjid Agung Semarang, kini memulai pembangunan Pasar Induk MAJT-MAS dengan anggaran Rp27,183 miliar, di atas tanah wakaf banda Masjid Agung Semarang (MAS) yang berlokasi di Blok F dan G, Kompleks Relokasi Pedagang Pasar Johar, Semarang. Dua Blok yang dibangun ini, hampir setahun tidak lagi difungsikan, sejak terbakar pada tahun awal 2022.

Yayasan memulai pembangunan pasar dengan menggelar Selamatan yang dihadiri para kiai sepuh Jawa Tengah, diantaranya Ketum MUI Jawa Tengah Dr KH Achmad Darodji, Sekum Drs KH Muhyiddin, MAg, Kiai Zaen Yusuf, jajaran Pengurus PP MAJT dan MAS, juga eks Panglima Pasukan Berani Mati Pembela Gus Dur, Dr KH Nuril Arifin Husein, MBA, Senin malam (2/1/2023).

Selamatan yang bernuansa khidmat dan semarak, diawali khataman Al-Qur’an dan hadroh dari para santri Pesantren Tahfidz Raudlatul Al-Qur’an, Kauman, Semarang, pimpinan Ir KH Khammad Maksum, Al-Hafidz, dialnjutkan pemotongan tumpeng diakhiri peletakan batu pertama, oleh Kiai Achmad Darodji dan Gus Nuril Arifin Husein.

Drs KH Istajib AS, yang sebagai master of ceremony (MC) tampil memukau. Salah satu aktor penggerak kembalinya Banda Masjid Agung Semarang di tahun 2000 tersebut, mampu menghipnotis suasana semarak, segar dan gayeng, di tengah cuaca hujan deras.

Direktur Utama Pasar Induk MAJT-MAS Drs H Ahyani, MSi melaporkan, area yang disiapkan untuk Pasar Induk mencapai 77.608 meter persegi dengan 12 blok. Pembangunan 12 blok sudah disiapkan anggaran Rp.16.908.033.144, kemudian pembangunan jalan, saluran dan fasilitas umum seluas 4.710 m2 dengan dana Rp. 10.275.000.000.

Dari 12 blok akan dibangun 2.720 lapak, yang setiap lapal berukuran 2×4 meter persegi, kemudian 54 Ruko ukuran setiap Ruko 4×8 meter persegi berlantai 2. Saat ini sudah ada 715 dari 800 pedagang yang sudah membuat pernyataan di atas meterai yang menginginkan tetap berjualan di PI MAJT MAS.

Kiai Darodji berharap masyarakat dan semua pihak termasuk Pemerintah Kota Semarang agar mendukung pembangunan pasar induk, untuk mengakomodasi sedikitnya 800 pedagang buah dan sayur yang selama ini memiliki niat kuat dan tahan banting dalam berjualan di pasar ini.

Diharapkan pula dengan kesemarakan pasar, akan membangkitkan perputaran roda ekonomi secara dinamis hingga berujung terwujudnya kesejahteraan para pedagang.

“Geliat pasar induk akan berkontribusi mengurangi kemiskinan, sekaligus sebagai upaya membuat umat Islam kaya dan berdaya saing kuat,” tegas Kiai Darodji.

Sementara Pengasuh Pesantren Soko Tunggal, Sendangguwo Semarang dan Pesantren Abdurrahman Wahid, Jakarta, Gus Nuril Arifin Husein banyak memompa semangat sekaligus pembelaan kepada Yayasan Nadzir Wakaf sebagai pengelola Pasar Induk MAJT-MAS, untuk tidak takut melangkah dalam membangun pasar. Mengingat membangun pasar berarti memberdayakan dan menyejahterakan 800 pedagang beserta keluarganya.

“Ini termasuk tugas mulia, apalagi yang mengelola MAJT dan MAS, maka jangan ada yang menghalangi, apalagi pemerintah daerah,” tegasnya.

Terhadap rencana Pemkot Semarang yang akan membongkar asetnya berupa bangunan di eks Relokasi Pasar Johar, yang berada di atas tanah wakaf milik Yayasan Nadzir Wakaf Banda Masjid MAS, sebagai proses lelang, Gus Nuril mengingatkan agar Plt Walikota mengkaji ulang rencana tersebut.

Gus Nuril mengusulkan kepada Kiai Darodji agar mengundang Plt Walikota Semarang untuk dinasihati. Dengan cara ini, Gus Nuril optimis, Plt Walikota masih memiliki nurani untuk membatalkan rencana tersebut.

“Saya yakin Bu Ita akan mengubah niatnya, demi kepentingan 800 pedagang,” katanya, seraya menambahkan bila upaya menasihati tetap kandas, maka apa boleh buat, Yayasan agar meng-addendum atau menghitung kembali nilai sewa tanah wakaf yang disewa Pemkot untuk relokasi pedagang Pasar Johar selama enam tahun yang nilai sewanya terlalu rendah sehingga merugikan MAJT. Termasuk langkah somasi pun harus disiapkan.

Pembangunan Pasar Induk ini, kata Direktur Pemasaran Drs KH Istajib AS, mendapat dukungan dan restu penuh dari para kiai sepuh diantaranya Mantan Gubernur Jawa Tengah KH Ali Mufiz MPA, Pengasuh Pesantren Addanuriyah, KH Dzikron Abdullah dan KH Hanief Ismail.


MAJT Awali 2023 dengan Khataman Qur’an dan Penerimaan Santri Tahfidz

Penyerahan Tumpeng dari KH Ulil Albab Arwani AH ke Prof. Dr, KH. Noor Achmad, MA

SEMARANG – Menjelang dibukanya Pondok pesantren (Ponpes) tahfidz Al-Qur’an Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) yang digagas antara pimpinan MAJT bersama Baznas Jateng melakukan khataman dan doa ma’had Tahfidz. Kegiatan ini ditandai dengan pemotongan tumpeng oleh KH M Ulil Albab Arwani Al-Hafidz dan doa dipimpin oleh KH Dzikron Abdullahan di aula MAJT, Selasa (02/01/2023).

Hadir Ketua Baznas Jateng, Dr KH Ahmad Darodji MSi, Ketua PP MAJT Prof Dr KH Noor Ahmad MA, sesepuh Pesantren Yanbu’ul Qur’an, Kudus, KH M Ulil Albab Arwani Al-Hafidz, KH Dzikron Abdullahan, pengurus PP MAJT dan Baznas Jateng, serta sejumlah santri Tahfidz Al-Qur’an.

Ketua Baznas Jateng, KH Ahmad Darodji mengatakan, pesantren Tahfidz Al-Qur’an akan dibuka pada 16 Januari 2023 ini. Diharapkan masing-masing kabupaten/kota mengirimkan minimal satu santrinya untuk didik menjadi penghafal Al-Qur’an di Pesantren Tahfidz Al-Qur’an (penghafal Al-Qur’an) di Kompleks Masjid Agung Jawa Tengah.

”Kadang-kadang ketika shalat di masjid ada imam yang bacaannya kurang fasih, juga lagunya kedengaran memelas. Oleh karena itu Pesantren Tahfidz Qur’an kerja sama Baznas dan MAJT ini diharapkan mampu mengangkat derajat imam shalat dan mencetak generasi penghafal Qur’an,”  ujar KH Darodji.

Para santri penghafal Qur’an itu juga diharapkan mampu menjaga Qur’an dengan baik. Misalnya, lanjut KH Darodji, kita dan masyarakat awam tidak tahu jika ada Al-Qur’an yang salah cetak. Namun berkat kejelian para santri penghafal Qur’an, kesalahan bisa diketahui melalui para santri Tahfidz tersebut.

Menurut KH Darodji, peran Baznas di Pesantren Tahfidz membantu pembiayaan para santri. Misalnya, biaya bulanan ditanggung oleh Baznas kabupaten/kota. Sedangkan operasional, misalnya honor gurunya akan dipikul bersama MAJT, dan Baznas Jateng akan membiayai SPP melalui beasiswa Baznas saat kuliah di Universitas Terbuka.

Sementara Ketua PP MAJT, Prof Dr Noor Ahmad MA mengatakan, target yang akan dicapai dalam pendirian Pessantren Tahfidz Al-Qur’an ini diharapkan bisa mencetak santri penghafal dan fasih membaca Al-Qur’an sebanyak-banyaknya. Setiap tahun minimal dua orang yang akan dikembalikan ke daerah untuk menjadi imam masjid di daerah masing-masing.

Khataman Al Quran 30 Pengasuh Pesantren bersama Santri Mahad Tahfidz

”MAJT nantinya juga akan menggalang kerja sama secara nasional, para santri hafiz Qur’an kita kirim ke sejumlah daerah di Indonesia yang membutuhkan. Bahkan akan menjalin kerja sama dengan luar negeri. Tahun ini saja MAJT akan mengirim dua imam shalat ke luar negeri, karena memang permintaan imam shalat dari luar negeri banyak yang membutuhkan,” ujar KH Noor Ahmad.

Pesantren yang didirikan PP Masjid Agung Jawa Tengah dan Baznas Jawa Tengah, menargetkan jumlah santri di tahun awal sebanyak 72 orang. Dalam perjanjian kerja sama disepakati, para santri diupayakan ditahun pertama sebanyak 70 orang, berasal dari daerah-daerah di Jawa Tengah yang rekrutmennya dilaksanakan oleh Baznas kabupaten/kota. Setiap Baznas diharapkan dapat mengirim minimal satu santri.

Operasional Pesantren ini, tambahnya, akan ditopang oleh ketiga pihak, yakni PP MAJT, Baznas Provinsi Jawa Tengah dan Baznas kabupaten/kota. Mekanisme yang dirancang antara PP MAJT dan Baznas Provinsi akan disosialisasikan kepada Baznas kabupaten/kota.

Kewajiban PP MAJT membiayai pembangunan revonasi asrama yang representatif untuk para santri meliputi ruang belajar mengajar, kamar tidur, kamar mandi, dapur, ruang makan, dan lain-lain, dengan dana awal sebesar Rp565.000.000. Selain itu PP MAJT bertanggung jawab dalam hal pengadaan kiai/pengasuh Tahfidz, penyelenggaraan proses belajar mengajar tahfidz, pengelolaan/manajemen serta sarana pendukung lain yang diperlukan.

Pihak Baznas Jawa Tengah dengan batas kewenangannya mendukung melalui bantuan pentasarufan dana zakat untuk pesantren Tahfidz Al-Qur’an sebagai asnaf badan hukum fi sabillah, berupa biaya operasional rutin sebesar Rp. 30.000.000 per bulan.


Sesepuh Yanbu’ul Qur’an Kudus Restui Pesantren Tahfidh MAJT-Baznas

Dua sesepuh Pesantren Yanbu’ul Qur’an, Kudus, yang dikenal sebagai pesantren penghafal Al-Qur’an terkemuka di Indoneia, KH M Ulin Nuha Arwani Al-Hafidz dan KH M Ulil Albab Arwani Al-Hafidz merestui bakal berdirinya Pesantren Tahfidh Al-Qur’an Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT)-Baznas Jawa Tengah.

“Beliau berdua tidak sekadar merestui, tetapi juga mendoakan semoga Pesantren yang akan diresmikan pada 2 Januari 2023, bermanfaat bagi masyarakat Jawa Tengah. Seiring, lulusannya dipersiapkan untuk menjadi imam-imam masjid agung di Jawa Tengah serta dikader untuk cakap dan cerdas dalam menghadapi berbagai persoalan keumatan,” kata Ketua PP MAJT Prof Dr KH Noor Ahmad, MA kepada pers, Selasa (20/12/2022).

Prof Noor Ahmad didampingi Sekretaris Drs KH Muhyiddin, Wakil Sekretaris Drs H Istajib AS, serta para calon pengelola pesantren MAJT-Baznas, menjelaskan, untuk kali kedua, pihaknya pada Minggu (18/12/2022), sowan kepada kedua putra pendiri Pesantren Yanbu’ul Qur’an, Kudus, Hardratussyaikh KH M Arwani Amin.

Kiai Ulin Nuha Arwani Al-Hafidz dan Kiai Ulil Albab Arwani Al-Hafidz mempersilakan pula bila Pesantren MAJT-Baznas Jawa Tengah akan diposisikan sebagai perwakilan dari Pesantren Yanbu’ul Qur’an, Kudus. “Keduanya merasa bangga atas pendirian pesantren ini, karena sangat percaya dengan reputasi MAJT dan Baznas Jawa Tengah,” tambahnya.

Pada tahun pertama, pesantren masih mengalokasikan 35 santri, atas dasar rekomendasi Baznas kabupaten/kota, masing-masing mengirim 1 santri. Bila ada Baznas daerah yang belum siap, maka pesantren akan menutup kekurangan dengan menghadirkan santri mandiri.

Syarat santri antara lain, pria, lulus SLTA, umur antara 18-24 tahun, memiliki minat tinggi untuk menghafal Al-Qur’an, diutamakan yang sudah hafalan minimal 1 juz. Seleksi dilakukan Baznas kabupaten/kota.

Dalam kerja sama ini, kewajiban MAJT menyediakan sarana dan prasarana pesantren yang representatif dan menyediakan tenaga pengajar tahfidz yang bereputasi internasional serta menyediakan SDM pengelola yang profesioinal.

Kewajiban Baznas Provinsi Jawa Tengah, berkontribusi berupa anggaran untuk operasional pesantren sebesar Rp 30.000.000 per bulan, sedangkan kewajiban Baznas daerah mengirim minimal seorang santri dan memberi beasiswa Rp 2.000.000 per bulan sebagai uang saku dan biaya hidup santri yang dikirim.

Menyinggung sistem pembelajaran, Prof Noor Achmad menjelaskan, menggunakan standar kefasihan dan berkiblat pada Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus.

Metode pengajarannya, setiap santri wajib setor hafalan (ziyadah), murajaah kepada semua pengasuh. Pembelajaran tajwid berupa teori dan praktek. Diajarkan pula tahsin tilawah, berupa pembacaan Al-Qur’an dengan indah dan menarik.

Para pengelola dan pengampu Pesantren, Dewan Pensihat terdiri Dr KH Ahmad Darodji, MSi, KH. M. Ulin Nuha Arwani Al-Hafidz, KH Ulil Albab Arwani Al-Hafidz, Prof Dr KH Noor Achmad, MA.

Pengasuh hafalan Al-Qur’an, terdiri para Imam MAJT. Antara lain KH. Ulil Abshor Al-Hafidz,  KH Zaenuri Ahmad Al-Hafidz (dan KH Abdul Faqih Al-Hafidz, ketiganya bereputasi sebagai juara 1 Musabaqoh Hafidz Quran 30 juz tingkat internasional, di tahun berbeda, termasuk KH M Rokhani, muazin MAJT, penyandang juara pertama Qori’ tingkat Asean akan menjadi pengajar Tahsinul Qiro’ah.

Sejumlah kiai sepuh juga disiapkan untuk mengampu pendalaman kitab kuning, seperti KH Dzikron Abdillah, KH Kharis Shodaqoh, KH Hanief Ismail, Lc dan KH Shodiq Hamzah, KH Achmad Hadlor Ikhsan, KH Muhyiddin dan lainnya.


Radio DAIS