MAJT dan Komitmen sebagai Bangsa Besar

MAJT dan Komitmen sebagai Bangsa Besar

Category : Artikel Berita

Oleh: Ahmad Rofiq*)

Di tengah “cengkeraman” pandemi Covid-19 yang masih menyita keprihatinan kita semua, peringatan Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Ke-75 dipusatkan di Istana Negara, dan di daerah dilakukan secara daring termasuk di UIN Walisongo dilaksanakan “makmum” dengan Istana Negara melalui zoom.

Proklamasi merupakan detik-detik yang sangat menentukan sebagai pintu gerbang memulai kemerdekaan dan kedaulatan sebagai sebuah bangsa dan negara. Karena itu, para Ulama, yang ikut serta mengambil bagian dalam perjuangan mewujudkan kemerdekaan, “mewajibkan” untuk mengenang dan mengikuti detik-detik proklamasi tersebut dengan berdoa untuk bangsa ini dan mendoakan para pejuang kemerdekaan.

Pengurus dan Pengelola Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) dipimpin Prof. Dr. KH. Noor Achmad, MA. mengadakan peringatan Kemerdekaan NKRI ke-75, dengan menggelar Istighotsah dan doa dipimpin Drs. KH. Dzikron Abdullah, diikuti seluruh pengurus, pegawai, remaja masjid, dan keluarga besar MAJT.

Istighotsah selain sebagai wujud dan ungkapan syukur kepada Allah yang melimpahkan rahmat dan karunianya, bagi kemerdekaan bangsa Indonesia, juga dimaksudkan untuk muhasabah atau introspeksi diri dan berdoa memohon kepada Allah, agar NKRI dan Bangsa Indonesia di usianya yang ke-75 dikaruniai keselamatan, perlindungan, kemampuan untuk terus mempertahankan dan menjaga kedaulatan Negara dan Bangsa Indonesia, jangan sampai tergadai apalagi dijajah atau dikolonisasi oleh bangsa lain.

Indonesia adalah bangsa besar. Berpenduduk terbesar ke-4 dunia, dan kaum muslimnya terbesar dunia. Karena itu, spirit dan prinsip “merdeka atau mati” perlu terus digelorakan. Jika di masa-masa perjuangan kemerdekaan, musuhnya nyata, namun sekarang ini, banyak muduh tidak tampak, tetapi secara perlahan mereka “dipermainkan” oleh kepentingan besar lain, untuk merusak dan melakukan “makar” dari dalam. Apakah itu mereka yang ingin mengganti dasar negara Pancasila dengan ideologi lain, atau kah mereka yang ingin mengotak-atik dan membelokkan Pancasila menjadi trisila dan ekasila.

Pancasila yang menurut Alamsjah Ratoe Perwiranegara (Menteri Agama RI, 1978-1983) merupakan hadiah terbesar umat Islam bagi kemerdekaan dan persatuan Indonesia, sebagai dasar dan falsafah negara sudah final disahkan pada 18/8/1945, dan merupakan kesepakatan para pendiri dan pemimpin bangsa waktu itu. Karena itulah, pesan Bung Karno, proklamator, kita sebagai generasi penerus bangsa ini, “jangan sampai melupakan sejarah”.

Kewajiban kita sebagai bangsa besar, adalah mengawal dan membangun negara ini menjadi bangsa dan negara yang marwah dan martabat. Di tengah terpaan pandemi Covid-19, tugas dan tantangan kita terasa sangat berat. Karena itu, para pemimpin yang diamanati rakyat, wajib menjaga amanat tersebut, untuk membangun dan mewujudkan negara ini menuju terwujudnya baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Negeri yang gemah ripah loh jinawi tata tenterem kerto raharjo nir ing sambikolo.

Indonesia juga merupakan negara yang masjid dan mushallanya terbanyak di dunia. Menurut Ketua Dewan masjid Indonesia, Jusuf Kalla, mencapai 800.000 masjid dan mushalla (28/2/2020). Karena itu, jika di Masjid Agung Jawa Tengah mempelopori dan menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan komitmen kebangsaan melalui kegiatan istighotsah dan kegiatan keagamaan lainnya, adalah bagian dari ikhtiar nyata, guna merawar NKRI dan menjaga keutuhan Pancasila sebagai falsafah dan dasar NKRI.

Pada masa Rasulullah saw masjid bukan saja sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pelaksanaan pemerintahan, untuk mengatur semua aspek kehidupan manusia, politik, ekonomi, budaya, pertahanan, dan keamanan. Karena itu, yang terpenting adalah bagaimana para pemimpin bangsa dan negara ini, mengambil spirit keimanan dan ketaqwaan, berbasis atau berhati masjid, agar di dalam mengelola negara dan mengemban amanat rakyat.

Pemimpin yang diamanati rakyat melalui pemilihan umum, pada hakikatnya menjalankan tugas-tugas prophetik (kenabian) untuk menjaga agama dan mengatur urusan dunia. Secara fungsional, tugasnya adalah melayani umat dan bangsanya. Kata Ulama bijak “Amiiru l-qaumi huwa khaadimuhum wa akhiruhum syurban” artinya “Pemimpin suatu kaum pada hakikatnya adalah pelayan mereka dan paling terakhir minumnya”. Imam Al-Syafi’i mengatakan “Tasharrufu l-imam ‘ala r-ra’iyyati manuuthun bi l-mashlahah” artinya “Tindakan pemimpin untuk rakyatnya adalah mengikuti/mewujudkan kemashlahatan”.

Apabila sampai ada pemimpin mengingkari amanat rakyat, maka ibarat imam shalat, tiba-tiba lupa dan salah dalam membaca atau amaliah shalatnya, maka kewajiban makmum adalah mengingatkannya. Dan apabila tidak mau diingatkan, maka sebagai imam wajib diganti oleh makmum yang memenuhi kualifikasi sebagai imam, karena keutuhan jamaah lebih penting, daripada seorang imam.

Selamat Memperingati Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia ke-75. Usia yang seharusnya sudah sangat dewasa dan saatnya menikmati masa-masa kejayaan. Pandemi Covid-19 dan berbagai macam cobaan atau bencana lainnya, menjadikan kita semua harus mawasdiri. Keutuhan bangsa dan kedaulatan NKRI adalah segala-galanya.Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia ke-75. Allahu Akbar, Merdeka!!! Ngaliyan, Semarang, 17/8/2020. (aa)

*)Prof Dr H Ahmad Rofiq MA, Guru Besar Hukum Islam Pascasarjana UIN Walisongo Semarang, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah, Direktur LPPOM-MUI Jawa Tengah, Anggota Dewan Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Pusat, dan Anggota Dewan Penasihat Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Pusat.


Log out of this account

Leave a Reply

Radio DAIS